Pahami 4 Prinsip Ini Agar Sesi Design Sprint Kamu Lebih Sukses

design sprint mobile application, website design, webdesign, web developers, web programmers, development android, digital agency jakarta, cloud indonesia, ecommerce indonesia, design thinking, design spirit, application development, mobile app design, transformasi digital, app design, developer mobile app, digital agency indonesia, b2b ecommerce, digital transformation

Buat kamu yang pernah memfasilitasi atau menjadi peserta sesi design sprint, bisa jadi pernah merasa bahwa design sprint-nya tidak sukses. Kamu tidak dapat hasil yang kamu butuhkan untuk bisnis, startup kamu, atau mobile apps yang sedang kamu kembangkan. Akhirnya kamu bilang sesi tersebut buang-buang waktu. Atau bahkan unfaedah.

Tidak perlu baper, kamu tidak sendirian. Walaupun kebanyakan klien yang saya dan rekan-rekan di GITS Indonesia fasilitasi merasa pumped up dan bersemangat setelah sesi design sprint, kami juga beberapa kali merasakan bahwa di sesi lain yang kami ikuti atau fasilitasi juga tidak begitu berhasil.

Setelah saya baca-baca dan pelajari lagi, ada 4 prinsip penting yang perlu diketahui sebelum kita memulai design sprint. Prinsip-prinsip ini penting terutama untuk kamu yang menjadi fasilitator design sprint. Dengan mengetahui 4 prinsip ini hopefully kita bisa lebih baik lagi dalam menjalankan sesi design sprint.

Prinsip tersebut adalah:

  1. Silently working together
  2. Discussing by showing real ideas
  3. Moving forward is better than perfecting
  4. It is not about “creative” skill

Apa maksudnya? Kita bahas satu per satu di bawah ini, ya.

Prinsip Design Sprint: Silently Working Together

Lho, kok, bisa? Untuk mengumpulkan orang yang tepat dalam design sprint itu sudah PR besar sendiri. Lalu, kalau sudah dikumpulkan kenapa malah disuruh diam atau silent?

Memang, dalam sebuah diskusi, untuk menghasilkan ide biasanya akan ada banyak adu argumen; setiap peserta diharapkan bisa menyampaikan pendapat. Tapi ternyata, ada riset yang menunjukkan model diskusi seperti ini kurang efektif dan cenderung menghabiskan waktu.

Cukup sering, yang terjadi adalah diskusi hanya didominasi oleh beberapa peserta yang  vokal dan percaya diri untuk bicara panjang. Di sisi lain, ada peserta yang sebenarnya memiliki ide brilian malah kalah vokal. Sering mereka yang memiliki ide bagus juga kurang pede atau tidak nyaman untuk membahasnya dengan peserta lain yang bersifat dominan.

Kalau sudah begitu, ide yang dihasilkan akan bias karena hanya sedikit sudut pandang yang terekspos. Ada opportunity cost yang terjadi karena ide dari silent performer justru tidak mendapatkan porsi yang tepat dan dibutuhkan.

Discussing by Showing Real Ideas

Dalam design sprint, lebih dibutuhkan ide nyata yang bisa ditunjukkan kepada peserta lain. Dari situ, diskusi bisa lebih hidup.

Bersambung dengan prinsip pertama tadi, diskusi dimana salah satu hanya berbicara dan yang lain mendengarkan sering menghabiskan waktu. Tanpa ide yang nyata dan terlihat dalam bentuk tulisan atau gambar, maksud yang disampaikan oleh pembicara bisa ditangkap berbeda oleh peserta diskusi lain.

Dalam design sprint, ide disampaikan melalui tulisan; sticky notes; atau gambar-gambar. Ide tersebut harus selalu terlihat oleh semua peserta dengan ditempel di dinding ruangan tempat sesi design sprint. Dengan begitu, peserta bisa mapping, membandingkan serta menelaah ide-ide dari peserta lain secara lebih cepat dan bisa mengurangi perbedaan interpretasi ini.

Dalam design sprint yang efektif, diskusi akan lebih banyak dilakukan dalam diam dan cepat. Caranya yaitu dengan menggunakan voting dot atau sticky notes lain. Diskusi verbal juga disediakan waktunya, tapi ada timebox-nya.

Baca juga: How to Design Catchy App for Mobile Application Development

Moving Forward is Better Than Perfecting

Prinsip ini biasanya prinsip yang paling susah diterapkan oleh fasilitator. Saya sering membuat peserta design sprint geregetan dan mau cubit saya. Karena saya gemesin. Hahaha. Maksud saya, karena saya cukup strict ketika waktunya habis.

Sering kejadian, salah satu atau sebagian peserta ingin lebih menyempurnakan ide dan karenanya jadi menghabiskan waktu dengan diskusi panjang, saling melemparkan argument, atau mengoreksi ide dari peserta lain secara verbal.

Namun, penting juga untuk menjelaskan dan mendapatkan buy-in dari peserta bahwa lebih baik untuk terus mengikuti proses tersebut daripada spending waktu di salah satu proses sampai ide tersebut benar-benar sempurna.

Dalam design sprint, agenda-agenda telah diatur dalam beberapa timebox. Pengaturan ini walaupun kesannya sangat rigid dan strict, memang dibuat dengan tujuan agar bisa menghasilkan ide valid yang bisa cepat dieksekusi dalam waktu yang terbatas.

Design sprint adalah framework untuk menciptakan momentum kreativitas. Dalam sesi ini semua peserta akan diajak otaknya ngebut bekerja menghasilkan ide. Berhenti pada salah satu agenda untuk menyempurnakan ide akan merusak momentum (juga mood sebagian) peserta. Jika terjadi seperti itu, akan sulit bagi peserta untuk memulai ngebut lagi otaknya di sesi selanjutnya.

Fasilitator design sprint yang baik perlu sering mengulang dan mengingatkan prinsip ini kepada peserta.

Ada juga beberapa kali saya temukan, ada yang memang karakternya pelan saat bicara atau mengambil langkah memutar saat berargumen. Di sini, penting untuk tunjukkan timebox kepada semua peserta, kalau perlu ticking sound-nya juga dibuat terdengar. Sehingga, peserta terpacu untuk menjelaskan argumennya dalam waktu cepat. Kadang, kalau fasilitator merasa ada ide yang perlu di-uncover dari salah satu peserta, it is ok to give more time. Asal jangan sering-sering.

Baca juga: How to Implement Design Thinking and Co-Creation to Develop a Product

It is Not About “Creative” Skills

Ada yang mengira bahwa peserta design sprint haruslah orang yang kreatif, dalam artian bisa menggambar ataupun mendesain. Ada juga dalam beberapa kasus, sering peserta sedang mengalami kelelahan otak dan menganggap bahwa dirinya sedang tidak bisa kreatif.

Yang terjadi akhirnya salah satu peserta jadi mengandalkan peserta lain yang menurutnya punya creative skill untuk menghasilkan ide. Peserta itu sendiri akan aktif dengan argumen verbalnya. Dan design sprint kamu jadi tidak lagi efektif. Ingat prinsip ke-2 design sprint di atas.

Jika terjadi kondisi tersebut, fasilitator perlu membuat mereka merasa nyaman untuk berkontribusi sesuai dengan arahan design sprint itu sendiri. Ingatkan bahwa ide brilian bisa datang dari mana saja, tidak perlu semua peserta harus desainer atau ilustrator.

Design sprint dibuat bukan sebagai tools menggambar, tapi juga sebagai tools bisnis untuk berkembang secara cepat.

Design sprint sendiri dirancang sebagai framework bukan untuk orang-orang dari industri kreatif saja. Tapi, framework ini justru dibuat agar peserta design sprint berada di lingkungan dan momentum yang tepat untuk bisa menghasilkan ide-ide kreatif.

Itulah 4 prinsip design sprint. Semoga dengan mengetahui keempat prinsip di atas, kamu terutama fasilitator, bisa lebih baik lagi dalam menjalankan sesi workshop design sprint-nya. Dan tentu saja, menghasilkan ide dan outcome yang lebih baik lagi untuk bisnis kamu.


Ray Rizaldy adalah CEO dan Co-founder dari GITS Indonesia.


Design sprint diterapkan di GITS Indonesia sebagai bagian dari proses development aplikasi untuk klien kami serta end-user lainnya. Bahasan mengenai aplikasinya dapat disimak di sini.

CONTACT US

Do you have a new project?

Come tell us what you need! Fill out this form and our solution team will response to your email by maximum of 1×24 workday.

Indonesia

Head Office

Summarecon Bandung, Jl. Magna Timur No.106, Bandung, 40296

Whatsapp (chat only)

0811-1309-991

North America

Branch Office

166 Geary Str STE 1500 #1368, San Francisco, CA 94108, United States